Sabtu, 22 Mei 2010

PERKEMBANGAN INDIVIDU

Coba diskusikan secara berpasangan, kemudian hasil laporan diskusi dipresentasikan pada hari senin tanggal 31 mei 2010. materi diskusi ditentukan sebagai berikut :
a. Setiap individu akan mengalami perkembangan secara fisik maupun psikologis pada rentang tertentu dan melewati fase tertentu. coba uraikan ciri - ciri perkembangan seacra fisik dan psikologis pada setiap fase atau tahapan dari mulai masa bayi samapai masa dewasa
b. Dari setiap fase tersebut stiap individu akan memiliki tugas perkembangannya masing - masing. Coba uraikan tugas perkembangan yang dimiliki oleh stiap individu berdasarkan tahapan perkembangannya

PENGEMBANGAN KURIKULUM

Coba diskusikan secara berpasangan, kemudian dari hasil diskusi dipresentasikan pada hari senin tanggal 31 Juni 2010. Ketentuan untuk materi diskusi :
1. Coba amati dan telaah lebih lanjut kurikulum 2006 KTSP khususnya mata pelajaran sejarah pada jenjang SMP / SLTP
2. Dari isi kurikulum tersebut carilah kelemahan dan kelebihannya serta ciri khasnya yang membedakan dengan kurikulum sebelumnya
3. Aspek apa saja yang ingin dikembangkan di dalam kurikulum 2006 tersebut
4. bagaimanakah seharusnya implemantasi kurikulum 2006 itu sebaiknya dilakukan oleh seorang guru sejarah

PEMBELAJARAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING PADA MATA PELAJARAN SEJARAH

 Coba diskusikan secara berpasangan, kemudian dari hasil laporan diskusi dipresentasikan pada hari Senin tanggal 31 juni 2010. Untuk materi diksusi ketentuannya sebagai berikut :
a. tema : Pembelajaran Model CTL pada pelajaran Sejarah
b. Materi diskusi :
    1. Pengertian dan ciri - ciri dari model pembelajaran CTL
    2. Kelemahan dan Kebaikan dari pembelajaran model CTL
    3. Penerapannya dalam pelajaran sejarah
    4. Kendala yang dihadapi
    5. Pengaruh bagi peningkatan prestasi belajar sejarah
c. Sistematika laporan :
    1. Bab 1 Pendahuluan ( Latar belakang dan permasalahan)
    2. Bab 2 Pemabahasan ( dari no 1 s/d 5 )
    3. Bab 3 Penutup ( Kesimpulan
    4. Daftar Pustaka

Sabtu, 01 Mei 2010

KUSEBUT CINTA


KUSEBUT CINTA

kutemukan sebutir perasaan
di antara duri - duri tajam
di lubang penantian terdalam
yang kini kusebut cinta ...

gerimis pun berkata
yang tak ramah seperti biasanya
semakin menuntunku dalam bait
ke pelabuhan terahkir

kusebut itu cinta
sambil mengenang mencoba andalkan
yang sejak malam menyita detik
penuhi ruang bayang

layar diturunkan dan panggung beranjak lelap
meng-ahkiri sandiwara sehari
romantisme tak berpikir
  saat tepukan tinggal tawa

TUGAS

Bagaimanakah tanggapan anda sekalian sebagai calon pendidik terhadap program pemerintah dalam meningkatkan kualitas profesionalisme guru melalui PPG ( Program Profesionalisme Guru ) !

REFLEKSI WANGSA HISTORIA DI SARANGAN

Kegiatan wangsa historia di sarangan merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang dilakukan oleh Mahasiswa bersama dengan Dosen di Program Studi Pendidikan Sejarah IKIP PGRI Madiun, sebagai bentuk penyambutan mahasiswa baru yang bersifat ceremonial. akan tetapi kalau dapat kita refleksikan bersama kegiatan tersebut memiliki manfaat yang sangat banyak diantaranya : memberikan pendidikan nilai yang berupa carakter building, menjalin keakraban dan kebersamaan antar wangsa historia baik itu antar dosen dengan mahasiswa maupun sesama dosen dan sesama mahasiswa, mengenal alam sekitarnya yang merupakan salah satu sumber sejarah sehingga dapat memperkaya khasanah kesejarahan. Untuk itu kegiatan tersebut diharapkan dapat terus dikembangkan dari tahun ke tahun, agar memiliki makna yang dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari - hari baik itu di lingkungan kampus maupun di luar kampus.Oleh karena itu dibutuhkan adanya kreativitas yang cukup tinggi dalam mengemas setiap acara baik itu oleh panitia maupun dosesn, sehingga kegiatan tersebut tidak hanya bersifat rutinitas saja, akan tetapi dapat memiliki nilai plus untuk pengembangan diri bagi mahasiswa maupun dosen.

MAFIA PENDIDIKAN

Dewasa ini kualitas dunia pendidikan dihadapkan pada persimpangan jalan, sehingga sekolah sebagai lembaga formal pendidikan tidak lagi dapat menunjukkan eksistensinya dengan baik, Untuk dapat tetap eksis dalam masyarakat sekolah melakukan berbagai cara sebagai sarana promosi, sehingga fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berganti fungsi sebagai ajang bisnis untuk meraup keuntungan sebanyak mungkin dengan mengejar kuantitas siswa yang masuk,sehingga kualitas pendidikan tidak lagi diperhatikan.Untuk mengejar kuantitas siswa didasarkan pada pandangan yang berkembang dalam masyarakat yang diukur oleh tingkat kelulusan yang berhasil dicapai oleh sekolah tersebut. Oleh karena itu jika banyak sekolah yang tidak mampu meluluskan siswanya dalam jumlah yang banyak maka akan berpengaruh terhadap PSB. Untuk itu sekolah melakukan berbagai cara dan strategi dalam meluluskan siswanya, sehingga di dalam lembaga pendidikan khususnya guru maupun siswa yang menjadi " mafia ". Hal itu dapat terlihat dari peran guru yang memberi bantuan jawaban kepada siswa - siswinya, menjual kunci jawaban bahkan siswa- siswinya pun juga tidak kalah sengit mengunakan modus kecurangan dengan berbagai cara, baik itu melalui HP, memberi contekan / jablakan. Kalau melihat fenomena tersebut sangat disayangkan bagaimana seorang guru yang harus menjadi teladan justru memberi contoh yang tidak baik, bahkan siswa sendiri juga ikut - ikutan dalam modus kecurangan. Padahal kalau kita telaah lebih lanjut harusnya sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bersifat formal dapat menjadi sarana untuk tranfer knowledge maupun pendidikan nilai bukan sebagai ajang untuk berlatih menjadi "mafia" pendidikan. Menyikapi maraknya fenomena tersebut justru muncul pertanyaan sebenarnya yang patut untuk dipersalahkan atau yang keliru sistemnya atau kebijakan dari pemerintahnya atau memang pada Subyeknya !!! Apalagi dewasa ini pemerintah juga lagi ngencar- ngencarnya untuk meningkatkan kualitas profesionalisme guru, kalau kita kaitkan dengan fenomena di atas apakah itu bisa dikatakan seorang guru yang profesional yang dibatasi oleh kode etik keguruan Indonesia !!!
BAGAIMANAKAH YANG HARUS KITA LAKUKAN UNTUK DAPAT MENYIKAPI " MAFIA PENDIDIKAN " TERSEBUT??????

WAKTU YANG SANGAT BERHARGA

Dalam hidup ini hanya ada 3 hari, yaitu

Yang pertama;

Hari kemarin. (PAST)

Anda tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Anda tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Anda tak mungkin lagi menghapus kesalahan; dan mengulangi kegembiraan yang anda rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat; lepaskan saja...

Yang kedua:

Hari esok. (FUTURE)

Hingga mentari esok hari terbit,
Anda tak tahu apa yang akan terjadi.
Anda tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Anda tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; biarkan saja...

Yang tersisa kini hanyalah :

Hari ini. (PRESENT)

Pintu masa lalu telah tertutup;
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri anda untuk hari ini.
Anda dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila anda mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.
Hiduplah hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya.
Karena yang ada hanyalah hari ini; hari ini yang abadi.
Menyia-nyiakan Waktumu adalah menyia-nyiakan hidupmu, tetapi menguasai waktumu adalah menguasai hidupmu.

Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada anda.
Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti.
Ingatlah bahwa anda menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri anda sendiri

Jadi teman, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa depan membuatmu bingung, lakukan yang terbaik HARI INI dan lakukan SEKARANG juga !

PROFESIONALISME GURU

PROFESIONALISME GURU
 Kontribusi oleh :  Admin PMS
Tuesday, 15 July 2008
  PROFESIONALISME GURU DI ABAD KEBANGKITAN BANGSA  Oleh: Dr. Abdul Kamil Marisi, M.Pd  (Staf seksi
Pemetaan Mutu dan Supervisi LPMP D.I. Yogyakarta, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta)        Bangsa kita
mencoba bangkit lagi pada 100 tahun kebangkitan bangsa. Sejarah membuktikan bahwa bangsa kita dapat bangkit dari
keterpurukan kebangsaan. Pada tahun 1908 kita mencoba menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan dengan menyatukan
nilai-nilai berbagai suku bangsa menjadi nilai bangsa Indonesia. Kesadaran ini merupakan awal tumbuhnya
keIndonesiaan bangsa kita, walaupun kita merdeka setelah 37 tahun kemudian. Hal ini menunjukkan juga bahwa dalam
memperjuangkan nilai kebangsaan butuh waktu yang panjang hingga menjadi Negara yang merdeka dengan
menjunjung nilai-nilai kebangsaaan. Jika kita mencermati masa perintis perjuangan kemerdekaan ini yang paling
memegang peran penting adalah usaha menumbuhkan kesadaran akan kebangsaan. Usaha ini diisi oleh guru-guru
bangsa yang berjuang tanpa kenal lelah. Guru bangsa pada waktu itu tidak mengenal istilah profesionalisme, yang
ditumbuhkan dalam jiwanya adalah berjuang untuk melepaskan diri dari jeratan kebodohan kebangsaan yang membuat
terjajahnya nurani bangsa.  
  Setelah bangsa ini merdeka, yang menjadi pertanyaan terbesar adalah masihkah nilai-nilai kebangsaan hidup dalam
setiap jiwa setiap insan Indonesia. Fenomena perpecahan antar suku bangsa, antar kepercayaan, antar kelompok, dll.
Fenomena ini apakah kemerosotan nilai-nilai kebangsaan?. Ataukan ini pertanda runtuhnya nilai-nilai kebangsaan?,
ataukah pertumbuhan nlai-nilai kebangsaan yang mengalami evolusi ataukan nilai kebangsaan yang terkontaminasi
sehingga mengalami erosi nilai. Jawabannya ada dalam nurani kita. Selanjutnya, apa yang kita lakukan. Apakah kita
memperdebatkan siapa yang salah dan benar?, apakah kita terus mengeluh dengan kondisi ini, apakah kita hanya
prihatin atas kejadian yang menerpa bangsa kita?.   “SAATNYA KITA BANGKIT”. Ada baiknya kita
menengok ke belakang, melihat sejarah Jepang. Singkat kata, kemajuan Jepang berkaitan dengan spirit samurai.
Menurut buku-buku sejarah, proses modernisasinya muncul sejak Restorasi Meiji (awal abad ke-19). Saat itulah para
samurai menghendaki lahirnya Jepang yang modern. Restorasi Meiji sukses, setelah melewati masa perang (jengoku
jidai) zaman Tokugawa (sekitar abad ke-15 sampai 17). Setelah selesai era peperangan itu, Jepang mengalami masa
damai sekitar 200 tahun, yang menjadi modal besar untuk mendidik bangsanya.   Pada masa-masa itulah, para samurai
mengabdikan diri, mendidik anak-anak orang kaya, terutama kelas pedagang. Untuk diketahui, masyarakat Jepang
ketika itu memang berkelas-kelas; tertinggi adalah kelas samurai, kemudian kesatria, pedagang, petani, dan beberapa
kelas lagi di bawahnya. Modal itulah yang kemudian mendukung Restorasi Meiji. Sang kaisar mulai mengirim anak-anak
muda untuk belajar ke Eropa dan Amerika. Mulai muncul cerita, anak-anak muda Jepang yang ''mencuri'' ilmu, kemudian
mengembangkannya lebih baik dari aslinya. Pengembangan keilmuan itu kemudian melahirkan bangsa Jepang yang
sangat maju di bidang teknologi, terutama sejak dunia memasuki era digitalisasi.   Seperti diungkapkan dalam teori
''angsa terbang'' (the flying geese), yang menggambarkan bahwa perkembangan dunia teknologi pada awalnya dipimpin
oleh Amerika Serikat; ibarat angsa besar yang terbang paling depan, diikuti oleh angsa-angsa lain. Pada saat dunia
diterpa teknologi digital, mulailah Jepang ''menabrak'' Amerika dan ganti terbang paling depan. Nah, Sekarang Jepang
leading dalam teknologi digital dibandingkan dengan negara-negara lain. Pelajaran berharga yang bisa dipetik adalah,
“bagaimana samurai sebagai guru bangsa menanamkan jiwa kebangsaan untuk membangkitkan
bangsanya”.  Kita bangsa yang kaya, mamiliki nilai-nilai yang luhur, memiliki sumberdaya yang berpotensi, dan
memiliki jiwa patriotime. Mengapa semua ini tidak kita jadikan modal untuk bangkit. Kebangkitan nasional di abad
pengetahuan ini harus dimulai. Guru bangsa harus memulai kebangkitan ini dengan bercermin pada spirit samurai. Kita
semua yakin bahwa bangsa kita masih memiliki spirit yang lebih dari spirit samurai. Bangsa kita masih memiliki
kepercayaan (trust), disiplin, dan kualitas. Tiga faktor inilah yang nampaknya menopang sukses kebangkitan bangsa,
dan yang perlu diperhatikan adalah bahwa ketiganya harus dilandasi oleh dua semangat besar, yaitu kerja keras  dan
harga diri. Disinilah PROFESIONALISME GURU BANGSA DITANTANG.     Pendidikan di Abad Pengetahuan  Para ahli
mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek
kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu; (1)
dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi
nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke
desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris,
(8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, dan (10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.  Berbagai
implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia pendidikan yang meliputi aspek kurikulum, manajemen
pendidikan, tenaga kependidikan, strategi dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8
kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu; (1) dari negara bangsa ke jaringan, (2) dari tuntutan
eksport ke tuntutan konsumen, (3) dari pengaruh Barat ke cara Asia, (4) dari kontol pemerintah ke tuntutan pasar, (5)
dari desa ke metropolitan, (6) dari padat karya ke teknologi canggih, (7) dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum
wanita, (8) dari Barat ke Timur. Kedelapan kecenderungan itu akan mempengaruhi tata nilai dalam berbagai aspek, pola
dan gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di kota. Pada gilirannya semua itu akan mempengaruhi pola-pola
pendidikan yang lebih disukai dengan tuntutan kecenderungan tersebut. Dalam hubungan dengan ini pendidikan
ditantang untuk mampu menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan kecenderungan itu
tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya bangsanya.  Dengan memperhatikan pendapat Naisbitt di atas,
Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1)
Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk
mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan
LPMP D.I.Yogyakarta -- "The Services for better Education"
http://lpmpjogja.diknas.go.id Powered by Joomla! Generated: 27 November, 2009, 15:07mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Sebagai negara
kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan
saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3)
Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional;
(4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut akan pentingnya kerja sama
berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.  Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan
dalam berbagai lingkungan pendidikan; (5) Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam
mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman; (6) Penggunaan berbagai inovasi Iptek
terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan, (7) Penyediaan
perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan; (8)
Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu kebutuhan nyata bagi
pendidikan di abad pengetahuan.  Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang
modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan
peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf,
kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak
kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang,
keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan
berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai peranan
yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang
tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Untuk itu, lembaga pendidikan dalam berbagai jenis dan jenjang
memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya.  Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad
21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar
terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra
hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan
pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta
aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke
penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama. Dengan
memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.
Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan  Praktek pembelajaran yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola
atau paradigma yang banyak dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh
berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang
digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru,
belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Praktek pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat
dilihat pada Tabel berikut;   Tabel 1. Perbandingan guru abad industri dengan abad pengetahuan          Abad   Industri    
   Abad Pengetahuan             1. Guru sebagai pengarah   2. Guru sebagai sumber pengetahuan   3. Belajar diarahkan
oleh kuri-   kulum.   4. Belajar dijadualkan secara ketat   dgn waktu yang terbatas   5. Terutama didasarkan pd fakta   6.
Bersifat teoritik, prinsip-   prinsip dan survei   7. Pengulangan dan latihan   8. Aturan dan prosedur   9. Kompetitif   10.
Berfokus pada kelas   11. Hasilnya ditentukan sblmnya   12. Mengikuti norma   13. Komputer sbg subyek belajar   14.
Presentasi dgn media statis   15. Komunikasi sebatas ruang kls   16. Tes diukur dengan norma             1. Guru sebagai
fasilitator,   pembimbing, konsultan   2. Guru sebagai kawan belajar   3. Belajar diarahkan oleh siswa   kulum.   4. Belajar
secara terbuka, ketat dgn   waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan   5. Terutama berdasarkan proyek dan 
masalah   6. Dunia nyata, dan refleksi prinsip   dan survei   7. Penyelidikan dan perancangan   8. Penemuan dan
penciptaan   9. Colaboratif   10. Berfokus pada masyarakat   11. Hasilnya terbuka   12. Keanekaragaman yang kreatif 
13. Komputer sebagai peralatan semua   jenis belajar   14. Interaksi multi media yang   dinamis   15. Komunikasi tidak
terbatas ke   seluruh dunia   16. Unjuk kerja diukur oleh pakar,   penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.              
Berdasarkan Tabel dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa;  1.       Pada abad industri banyak dijumpai belajar melalui
fakta, drill dan praktek, dan menggunakan aturan dan prosedur-prosedur. Sedangkan di abad pengetahuan
menginginkan paradigma belajar melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan, inkuiri dan desain,
menemukan dan penciptaan.  2.       Betapa sulitnya mencapai reformasi yang sistemik, karena bila paradigma lama masih
dominan, dampak reformasi cenderung akan ditelan oleh pengaruh paradigma lama.  3.       Meskipun telah dinyatakan
sebagai polaritas, perbedaan praktik pembelajaran Abad Pengetahuan dan Abad Industri dianggap sebagai suatu
kontinum. Meskipun sekarang dimungkinkan memandang banyak contoh praktek di Abad Industri yang "murni" dan jauh
lebih sedikit contoh lingkungan pembelajaran di Abad Pengetahuan yang "murni", besar kemungkinannya menemukan
metode persilangan perpaduan antara metode di Abad Pengetahuan dan metode di Abad Industri. Perlu diingat dalam
melakukan reformasi pembelajaran, metode lama tidak sepenuhnya hilang, namun hanya digunakan kurang lebih jarang
dibanding metode-metode baru.  4.       Praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih sesuai dengan teori belajar
modern. Melalui penggunaan prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai aktivitas
kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual yang didasarkan pada dunia nyata dalam konteks ke
peningkatan perhatian pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar sendiri.  5.       Pada Abad Pengetahuan
nampaknya praktek pembelajaran tergantung pada piranti-piranti pengetahuan modern yakni komputer dan
telekomunikasi, namun sebagian besar karakteristik Abad Pengetahuan bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti
modern. Meskipun teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan katalis yang penting yang membawa kita pada
metode belajar Abad Pengetahuan, perlu diingat bahwa yang membedakan metode tersebut adalah pelaksanaan
hasilnya bukan alatnya. Kita dapat melengkapi peralatan lembaga pendidikan kita dengan teknologi canggih tanpa
LPMP D.I.Yogyakarta -- "The Services for better Education"
http://lpmpjogja.diknas.go.id Powered by Joomla! Generated: 27 November, 2009, 15:07mengubah pelaksanaan dan hasilnya.  Akhirnya yang paling penting, paradigma baru pembelajaran ini memberikan
peluang dan tantangan yang besar bagi perkembangan profesional, baik pada preservice dan inservice guru-guru kita.
Di banyak hal, paradigma ini menggam-barkan redefinisi profesi pengajaran dan peran-peran yang dimainkan guru
dalam proses pembelajaran. Meskipun kebutuhan untuk merawat, mengasuh, menyayangi dan mengembangkan anak-
anak kita secara maksimal itu akan selalu tetap berada dalam genggaman pengajaran, tuntutan-tuntutan baru Abad
Pengetahuan menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang harus dipraktikkan. Berdasarkan
gambaran pembelajan di abad pengetahuan di atas, nampalah bahwa pentingnya pengembangan profesi guru dalam
menghadapi berbagai tantangan ini.  Pengembangan Profesionalisme Guru  Menurut para ahli, profesionalisme
menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.
Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi
lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan
yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.  Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang
jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan
profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996)
bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu; (1) Standar pengembangan profesi A adalah
pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-
perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam,
membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam; (2) Standar
pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan
sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru
yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat
memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami
siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang
bisa membantu siswa belajar; (3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru
sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik
biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa.
Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar; (4) Standar pengembangan
profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini
dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan
tidak berkelanjutan.  Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di
Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar profesional guru
sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993
(dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1)
Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata
pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar
siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.  Arifin
(2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai
pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-
kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan
konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan
hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional
berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara
LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-
service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.  Dengan
adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang
profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3)
keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara
berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah
dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.  Dimensi lain dari pola
pembinaan profesi guru adalah (1) hubungan erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA; (2) meningkatkan
bentuk rekrutmen calon guru; (3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan; (4) meningkatkan mutu
pendidikan calon pendidik; (5) pelaksanaan supervisi; (6) peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total
Quality Management (TQM); (7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match; (8)
pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang; (9) pengakuan masyarakat terhadap profesi guru; (10)
perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan; dan (11) kompetisi profesional yang
positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak.  Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi
akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat
Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai
orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang
invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai
fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan
administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).  Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara
global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru
LPMP D.I.Yogyakarta -- "The Services for better Education"
http://lpmpjogja.diknas.go.id Powered by Joomla! Generated: 27 November, 2009, 15:07adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta
desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama
aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus
mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis,
baik sebagai individu maupun sebagai profesional.  Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru Kondisi
pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan
perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi
yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang
sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru.
Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.  Guru
sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus
menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara
para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau
otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan
sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui
keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas
lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat
SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan dirinya. Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki
mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil
kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi
pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.  Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya
profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh.
Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional
guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta
sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga
menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam
meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di
perguruan tinggi.  Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1)
masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap
norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari
pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak
tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang
diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara
makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa
disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun
demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan
melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari
alternatif untuk meningkatkan profesi guru.  Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru  Pemerintah telah berupaya
untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan
yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan
Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun
demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk
melakukan perubahan. Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan
profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para
guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan
mengajarnya.   Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan
prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja,
penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon
guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.
Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai
penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan
kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan
diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari
pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi
atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan
bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran
gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran
kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini
tetapi ketika jaman kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua berubah sehingga kini dampaknya
terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dll.     Kesimpulan dan
Saran  1.   Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan,
maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan
LPMP D.I.Yogyakarta -- "The Services for better Education"
http://lpmpjogja.diknas.go.id Powered by Joomla! Generated: 27 November, 2009, 15:07menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.   2.   Kemerosotan
pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan
belajar siswa. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen
beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih
merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang
tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.   3.  Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh
attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual
maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha
meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi
yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat. 
   Daftar Rujukan  Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online)
(http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.  Arifin, I. 2000.
Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di
Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.  Degeng, N.S. 1999. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era
Desentralisasi dan Demokrasi. Jurnal Getengkali Edisi 6 Tahun III 1999/2000. Hlm. 2-9.  Galbreath, J. 1999. Preparing
the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based Technology and Future Skill Sets. Educational Technology
Nopember-Desember 1999. Hlm. 14-22.  Maister, DH. 1997. True Professionalism. New   York: The Free Press.
Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council
of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.  Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend
Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramdeia.  NRC. 1996.
Standar for Professional Development for Teacher Sains. Hlm. 59-70   Journal PAT. 2001. Teacher in England and
Wales. Professionalisme in Practice: the PAT Journal. April/Mei 2001. (Online) (http://members.
aol.com/PTRFWEB/journal1040.html, diakses 7 Juni 2001)  Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan
Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.  Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. Professional
Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The Science Teacher.
September 1998. hlm. 46-49).  Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.  Surya,
H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I); Organisasi & Profesi. Suara
Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17.  Trilling, B. dan Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in the
Knowledge Age or "We're Wired, Webbed, and Windowed, Now What"? Educational Technology may-June 1999. Hlm. 5-
18. 
LPMP D.I.Yogyakarta -- "The Services for better Education"
http://lpmpjogja.diknas.go.id Powered by Joomla! Generated: 27 November, 2009, 15:07

INTERAKSI SOSIAL

A. Pengertian Interaksi Sosial     Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial.Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok” (p. 22). Pendapat lain dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan Handayani (2004), “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial” (p. 50).“Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai, menghargai, dan saling mendukung” (Siagian, 2004, p. 216).Berdasarkan definisi di atas maka, penulis dapat menyimpulkan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan kelompok.B. Macam - Macam Interaksi Sosial
Menurut Maryati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu (p. 23) :1. Interaksi antara individu dan individu     Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika   jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).2. Interaksi antara individu dan kelompok    Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan kondisinya.3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok     Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.C. Bentuk - Bentuk Interaksi Sosial
Berdasarkan pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu (p. 49) :1. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk    asosiasi (hubungan atau gabungan) seperti :a. Kerja sama   Adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.b. Akomodasi    Adalah suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok - kelompok manusia untuk meredakan pertentangan.c. Asimilasi    Adalah proses sosial yang timbul bila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama, sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat dan wujudnya membentuk kebudayaan baru sebagai kebudayaan campuran.d. Akulturasi    Adalah proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur - unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur - unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian darikebudayaan itu sendiri.2. Interaksi sosial yang bersifat disosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk  pertentangan atau konflik, seperti :a. Persaingan   Adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak lawannya.b. Kontravensi    Adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang - terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur - unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.c. Konflik    Adalah proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang bertikai tersebut.D. Ciri - Ciri Interaksi Sosial     Menurut Tim Sosiologi (2002), ada empat ciri - ciri interaksi sosial, antara lain (p. 23) :a. Jumlah pelakunya lebih dari satu orangb. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosialc. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelasd. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentuE. Syarat - Syarat Terjadinya Interaksi SosialBerdasarkan pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial dapat berlangsung jika memenuhi dua syarat di bawah ini, yaitu (p. 26) :a. Kontak sosial   Adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial, dan masing - masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lain meski tidak harus bersentuhan secara fisik.b. Komunikasi    Artinya berhubungan atau bergaul dengan orang lain.